22 November 2009

Antara Kebenaran dan “Pembenaran”

Oleh: Fahmi Islam Jiwanto, MA
Kirim Print

dakwatuna.com – Semua anak Adam selalu menginginkan terjadinya hal-hal yang benar, selalu ingin perilaku dan tindak tanduknya dinilai benar, selalu berharap orang lain memberikan kepadanya hal-hal yang benar…. Tetapi ternyata….. Ternyata hal-hal yang dianggap benar, atau dinilai benar tidak semuanya berdasarkan pada Kebenaran. Terkadang hal-hal yang terlihat atau tampak benar sebenarnya hanyalah berdasarkan pembenaran semata. Tidak semua kesalahan sulit dibungkus dengan retorika pembenaran. Tidak semua hawa nafsu telanjang tanpa pakaian pembenaran. Tidak semua kepalsuan terlihat apa adanya.

Ada jarak yang jauh antara kebenaran dengan (yang sekedar) pembenaran. Karena:

Kebenaran bersumber dari Allah, sedangkan pembenaran bersumber dari hati yang sakit.

Allah berfirman tentang kebenaran:

147. kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk orang-orang yang ragu. (al-Baqarah: 147)

Sementara tentang pembenaran Allah berfirman:

10. dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.

11. dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. mereka menjawab: “Sesungguhnya Kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.” (al-Baqarah: 10-11)

Kebenaran menenteramkan hati, sementara pembenaran hanyalah membuat hati guncang dan ragu.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits diriwayatkan dari Wabishoh bin Ma’bad:

جِئْتَ تَسْأَلُنِي عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ؟ قُلْتُ نَعَمْ فَجَمَعَ أَصَابِعَهُ الثَّلَاثَ فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهَا فِي صَدْرِي وَيَقُولُ يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ نَفْسَكَ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ وَاطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ رواه أحمد

“Engkau bertanya kepadaku tentang kebaikan dan dosa.” Wabishoh menjawab, “Iya wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah mengumpulkan tiga jarinya dan menusukkannya ke dada Wabishoh, dan bersabda, ” Wahai Wabishoh, tanyalah hatimu. Kebaikan adalah sesuatu yang membuat hatimu tenang dan jiwamu tenteram. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang mengganjal di hatimu dan mengguncang dadamu, meskipun orang-orang sudah memberimu jawaban. (HR Ahmad juz 37 hal. 438 no. 17315)

Kebenaran bertahan lama, sementara pembenaran cepat atau lambat akan tersingkap kepalsuannya.

17. Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan. (ar-Ra’du: 17)

Kebenaran melahirkan kebaikan, sedangkan pembenaran melahirkan kerusakan.

Tentang akibat masyarakat yang menegakkan kebenaran Allah berfirman,

96. Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (al-A’raf: 96)

Tentang masyarakat yang didominasi oleh dosa Allah berfirman,

41. telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(ar-Rum: 41)

Kebenaran terkadang kurang populer, sedangkan pembenaran selalu mengandalkan popularitas.

Allah berfirman:

116. dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah menduga-duga. (al-An’am: 116)

Sedangkan tentang orang-orang munafiq Allah menceritakan bagaimana mereka memakai sumpah palsu untuk mendapatkan popularitas, Allah berfirman,

62. mereka (orang-orang munafiq) bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, Padahal Allah dan Rasul-Nya Itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang mukmin. (at-Taubah: 62)

Allah juga berfirman

204. dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, Padahal ia adalah penantang yang paling keras. (Al-Baqarah: 204)

Kebenaran adalah sesuatu yang diperjuangkan orang mukmin, sementara pembenaran adalah hal selalu dipakai oleh orang munafik.

Nabi Syu’aib a.s. mengatakan

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88)

Nabi Syu’aib ketika mengatakan kebaikan, dia dalam posisi memperjuangkan kebenaran yang kadang tidak mendatangkan keuntungan untuknya.

Sedangkan pengguna topeng pembenaran menggunakan retorika untuk membela kepentingan dan mempertahankan zona amannya.

62. Maka Bagaimanakah halnya apabila mereka sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, Kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”.

63. mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka nasehat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (an-Nisa’: 62-63)

Pencari kebenaran selalu mengintrospeksi dirinya, sedangkan pengguna pembenaran selalu menutupi cacatnya.

Rasulullah bersabda,

الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ وَالْعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ رواه الترمذي وابن ماجه

“Orang yang pandai adalah yang mengekang jiwanya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang lemah adalah yang selalu mengikuti hawa nafsunya dan banyak berangan-angan terhadap Allah. (HR at-Turmudzi dan Ibnu Majah)

Kebenaran terkadang pahit dan tidak sesuai dengan hawa nafsu sedangkan pembenaran selalu mengikuti hawa nafsu.

Rasulullah SAW bersabda,

حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ رواه البخاري ومسلم واللفظ له

“Surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai, sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Kebenaranlah yang pada akhirnya bermanfaat di akhirat, sedangkan pembenaran hanya akan mempersulit hisab seseorang.

13. pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.

14. bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri,

15. meskipun Dia mengemukakan alasan-alasannya. (al-Qiyamah: 13-15)

Semoga Allah memberi petunjuk dan kekuatan pada kita semua untuk mengetahui dan mengikuti kebenaran di mana pun dan kapan pun. Amiin. Allahu a’lam


www.dakwatuna.com

Penyebab Musibah Adalah Kemaksiatan

Jumat, 20/11/2009 14:54 WIB Cetak | Kirim | RSS

Allah Ta’ala telah memperlihatkan kemahakuasaannya atas segala sesuatu. Tidak ada segala peristiwa yang terjadi di alam semesta yang terlepas dari iradah-Nya. Maka, berbagai peristiwa alam, yang begitu dahsyat, dan mempunyai dampak yang sangat luar biasa, khususnya bagi kehidupan manusia, tak lain hanya karena sudah berlangsungnya kemaksiatan di seluruh sisi kehidupan.

Saat ini, tak ada lagi tempat-tempat yang terbebas dan terlepas dari kemaksiatan dan kedurhakaan. Hidup ini hampir dipenuhi dengan sikap penyimpangan, pelanggaran, dan penolakan yang terang-terangan terhadap hakikat perintah dan larangan dari Allah Ta’ala. Segala kemaksiatan dan penyimpangan termasuk kekafiran terhadap nilai-nilai ajaran Allah, begitu sangat kuat, dan bahkan menjadi kebanggaan.

Jika Allah Azza Wa Jalla, menurunkan azab dan bala’ berupa bencana, dan bentuk-bentuk azab lainnya, tak lain itu merupakan buah langsung dari tindakan manusia itu sendiri.

“Dan musibah apa saja yan menimpamu itu adalah disebabkan oelh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (Asy-Syura : 30)

Tetapi, manusia yang sudah melanggar dan menjauh dari perintah Allah itu, tak banyak diantara mereka yang menyadari atas segala kekeliruan itu, dan kemudian kembali ke jalan kebenaran. Tapi, kebanyakan manusia, justru tetap bermaksiat.

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (An-Nisa : 79).

Allah Ta’ala telah memberikan ganjara di dunia dengan berbagai pesan yang sangat jelas, baik itu berupa azab, kenikmatan, dan siksaan, semua telah berlaku pada umat terdahulu. Para pelaku keburukan dan kejahatan serta tindakan yang menyeleweng dan menyimpang seperti, kaumnya Nuh, ‘Ad, Tsamud, kaum Luth, penduduk Madyan, dan kaumnya Fir’aun, selama mereka berada di dunia, mereka sudah dihancur-leburkan oleh Allah Rabbul Aziz.

Apalagi, bila yang berbuat maksiat itu bukan hanya rakyat , tapi justru para pemimpin, yang menjadi tauladan dalam kedurhakaan kepada Allah. Seperti berbuat tidak adil, berdusta (berbohong), bersumpah palsu, bertindak sewenang-wenang, menjauhkan rakyat dan kaumnya dari agama Allah, membunuh dengan tanpa alasan yang sangat jelas, dan dibolehkan oleh Allah. Maka, semua itu akan menyebabkan lahirnya bencana dan azab dari Allah Ta’ala.

“Wahai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, ‘Ad, dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tiak ada bagimu seseorang pun yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seseorang pun yang akan memberi petunjuk”. (al-Mukmin : 30-33).

Manusia boleh berbohong, berdusta, menipu, dan lalu mengganti kebohongan dengan kebenaran, sebaliknya menzalimi orang-orang yang ingin menunaikan dan menegakkan kebenaran. Maka, Allah akan memberikan azab di dunia, sebelum menimpakan azab yang sesungguhnya di akhirat nanti.

“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar”. (As-Sajadah :21).

Maka, bagi mereka yang mendapatkan amanah, hendaknya berlaku jujur, tulus, dan tidak berbohong, dan membohongi terhadap yang sudah memberikan amanah. Kehidupan akan menjadi cenang-perenang, terus terjadi kekacauan, tidak adanya ketenteraman, manakala sebuah negeri dikusai dan dipimpin orang yang fasik dan fajir, dan bohong serta dusta menjadi 'manhaj' dalam hidupnya.

Dan, mereka pasti akan selalu berbuat kerusakan dan kedurhakaan kepada Allah, dan sesamanya. Inilah azab yang sesungguhnya. Wallahu’alam.

Editorial
www.eramuslim.com